PAKAIAN
Pengertian pakaian.
Secara
bahasa : Ibnul Mandzur dalam “Lisanul Arab” berkata :
اللباس : ما يلبس من
Apa-apa yang dipakai itu adalah pakaian”.[1] Pengertian ini
juga disebutkan didalam Kamus Al Munjid.
[2]
Secara Istilah : Ibnu Abbas berkata ketika menafsirkan
Surat Al-A’rof ayat 31:
اللباس وهو ما يواري السوأة وما سوا ذلك من جيد
البز و المتاع
Pakaian itu adalah sesuatu yang menutupi aurot dan yang selainnya
berupa kain yang bagus dan perhiasan.”[3]
Disyareatkannya berpakaian.
Allah
berfirman :
قل من حرم
زينة الله التي أخرج لعباده
Katakanlah siapa
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di turunkannya untuk
hamba-hambanya. [4]
Dari Ja’far bin
Mughiroh dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas ia berkata: Adalah orang-orang
Quraisy thawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang, sambil bersiul dan bertepuk
tangan, maka Allah menurunkan ayat ini.[5]
Allah berfirman :
با بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد
Hai anak Adam, pakailah pakainmu yang
indah di setiap (memasuki) masjid. (QS. Al.A’rof : 31)
Ibnu Abbas mengatakan
bahwa kebiasaan laki-laki Quraisy adalah melakukan thawaf di Ka’bah dalam
keadaan telanjang, maka Allah menyuruh mereka untuk berpakaian.[6]
عن المسوار بن مخرمة قال : اقبلت بحجر احمله
ثقيل و علي إزار خفيف قال فانحل إزاري زمعي الحجر لم استطع أن اضعه حاى بلغت به
الى موضعه فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ارجع إلى ثوبك فخذه ولا تمشوا
عراة
Dari Mishwar bin Makhromah, ia berkata : Aku membawa batu yang
berat, sedangkan aku memakai pakaian yang ringan. Ia berkata : Kemudian kainku
terurai, sedangkan aku membawa batu yang tidak bisa aku letakkan, hingga aku
meletakkannya pada tempatnya. Maka Rosulullah bersabda :“ Kembalilah ke tempat
pakaianmu (yang terurai) kemudian pakailah! dan janganlah kalian berjalan dalam
keadaan telanjang. [7]
Imam Nawawi berkata
: “Hadits ini menunjukkan larangan yang mengharamkan berjalan dalam keadaan
telanjang ( membuka aurat ).”[8]
Demikian
dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang mensyari’atkan kepada kita untuk
berpakaian dan larangan untuk membuka aurat.
Adapun dalam
keadaan sendiri, Imam Nawawi berkata: “Bolehnya seseorang membuka auratnya pada
tempat-tempat yang harus membuka aurat dalam keadaan sendiri, seperti: waktu
mandi, buang air, dan waktu jima’ (bersetubuh) dengan istri. Namun apabila ada
orang lain, maka haram baginya untuk menyingkap auratnya. Para Ulama berkata: “Menutup
aurat dengan kain atau selainnya ketika mandi dalam keadaan sendiri lebih utama
dari pada telanjang. Sedangkan telanjang (membuka aurat) di bolehkan sebatas
kebutuhan pada waktu mandi, jika lebih dari itu maka ia adalah haram, menurut
pendapat yang paling shohih. Sebagaimana telah kami jelaskan, bahwa menutup
aurat dalam keadaan sendiri adalah wajib hukumnya, menurut pendapat yang paling
shohih. Kecuali sebatas kebutuhan (qodrul hajah).[9]
Adapun batas-batas
aurat, Imam Nawawi berkata: “Adapun seorang laki-laki yang melihat mahromnya
(yang wanita) dan sebaliknya, maka yang di perbolehkan adalah apa yang berada
di atas pusar dan di bawah lutut. Dan ada yang berpendapat, tidak halal kecuali
pada tempat-tempat yang tampak ketika bekerja. Adapun batas aurat terhadap yang
bukan mahrom, maka laki-laki terhadap laki-laki ialah apa yang berada di atas
pusar dan di bawah lutut, dan begitu pula wanita terhadap wanita. Namun di sana (bagi wanita) ada
tiga pendapat menurut sebagian shahabat-shahabat kami:
pertama “pusar dan lutut bukan aurat”,
kedua “pusar dan lutut adalah aurat”,
ketiga
“pusar adalah aurat
tetapi lutut bukanlah aurat”.
Adapun
laki-laki terhadap wanita asing (yang bukan mahrom), maka harom baginya untuk
melihat seluruh bagian dari tubuh wanita tersebut, dan sebaliknya wanita haram
melihat seluruh bagian laki-laki yang bukan mahrom, apakah dengan syahwat atau
pun tidak. Dan juga diharamkan bagi laki-laki untuk
melihat Pemuda Amrod, bila ia memiliki wajah yang cantik, apakah dengan syahwat
atau pun tidak, baik aman dari fitnah maupun tidak. Inilah pendapat yang shohih
dan yang di pegang oleh para Ulama’ Muhaqiqin atas nash yang di pegang oleh
Imam Syafi’I dan para Shahabatnya yang Alim, semoga Allah merahmati mereka.[10]
Pemuda Amrod
ialah: “ Seorang anak muda tampan yang belum tumbuh jenggotnya, yang hampir
mencapai usia akil baligh.
Dari Abu Hurairoh,
ia berkata :Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang seorang lelaki
memandang tajam anak lelaki yang masih Amrod.
Ibnu Abi Al. Shoib
berkata : Pasti aku masih lebih takut kepada seorang pemuda amrod dari
pada tujuh puluh anak gadis yang masih perawan.
Sufyan Ats. Tsauri
berkata : Ada
satu Syaiton yang senantiasa mendampingi seorang gadis, namun yang senantiasa
mendampingi seorang pemuda Amrod adalah dua Syaiton. Oleh karena itu, aku lebih
takut berhadapan dengan dua Syaiton.
Abu Manshur bin
Abdul Qohir bin Thohir berkata :Barang siapa yang bergaul dengan pemuda Amrod
(tampan), maka dia akan terjerumus dalam bencana dan mala petaka.[11]
✍ Kriteria
pakaian laki-laki muslim
Syaikh Muhammad bin
Jamil Zainu dalam kitab “Majmu’ Rosa’ilit Taujihat Al
Islamiyah” menyebutkan beberapa kriteria pakaian laki-laki seorang
muslim.
- Bersih dan suci.
Allah berfirman :
وثيابك فطهر
Dan
pakaianmu bersihkanlah.” [12]
Ibnu Katsier berkata: “Cucilah pakaian itu dengan
air dan sucikanlah jiwamu dan perbaikilah amalanmu.”
- Disunnahkan berbentuk gamis. Gamis adalah pakaian yang panjang hingga setengah betis.
Dari Ummu Salamah ia berkata :
كان أحب الثياب الى رسول الله صلى الله عليه و
سلم القميص
“Pakaian yang paling dicintai oleh Rosulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallamadalah pakaian berbentuk gamis[13]
- Tidak isbal
Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
ما
أسفل من الكعبين من الإزار في النار
Apa-apa yang melebihi mata kaki dari
pakaian maka ia bagian dari neraka.”[14]
Dari Abi Said Al-Khudry ia
berkata : Saya telah mendengar Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda
: Kain pakaian seorang mukmin itu hingga setengah betisnya, dan tidak ada
dosa atasnya bila berada antara tengah betis hingga kedua mata kakinya, dan
apa-apa yang melebhi mata kaki, maka ia bagian dari neraka. Abu Said
berkata : Rosulullah mengucapkanya sebanyak tiga kali, kemudian bersabda : “Dan
Allah pada hari kiamat tidak melihat kepada orang yang mengulurkan pakaiannya
dibawah mata kaki dengan sombong”. [15]
Dari Abdullah bin Umar ia
berkata : Aku melewati Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sedangkan kain
pakaianku mengulur kebawah mata kaki. Maka beliau bersabda :“ Wahai Abdullah
angkatlah kainmu“, maka aku mengangkatnya, kemudian beliau bersabda:“
Tambahkanlah “, maka aku terus menaikkannya, hingga sebagian orang bertanya,
hingga mana? maka Abdullah bin Umar menjawab
“ Hingga setengah betis.” [16]
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata : “Panjangnya ghomis, sirwal dan seluruh pakaian, hendaklah
ia tidak memanjangkannya hingga dibawah mata kaki. Sebagaimana telah tetap
hadits dari Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam :
الاسبال
فى السراويل والازار والقميص
Isbal
itu dalam sirwal, izar dan ghomis.
Imam Nawawi berkata: “Isbal itu
dalam kain, ghamis, imamah (sorban) dan pakaian. Seorang muslim tidak boleh memanjangkannya
hingga di bawah mata kaki dengan sombong. Bila tidak dengan sombong maka hal
itu adalah makruh. Dan Sunnah memanjangkannya hingga setengah betis, dan boleh
hingga mata kaki, dan apa-apa yang melebihi kedua mata kaki maka hal ini di
larang”.[18]
Ibnu Hajar berkata:“ Kesimpulannya
bahwa bagi seorang laki-laki ada dua alternatif, pertama keadaan yang
disunnahkan yaitu memendekkan kainnya hingga setengah betis dan kedua keadaan
diperbolehkan yaitu memanjangkan kainnya hingga kedua mata kaki.”[19]
Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “ Dapat dipahami dari perkataan Ibnu Hajar
ini bahwasanya memanjangkan kain dan yang semisal dengan itu dari pakaian, sirwal dan bantol hingga
dibawah mata kaki tidak diperbolehkan.[20]
·
Di sunnahkan berwarna putih.
Dari Samroh bin Jundab,
bahwasanya Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
البثوا
الثياب البيض فإنها أطهر و أطيب وكفنوا فيها موتاكم
Artinya : Kenakanlah
pakaian yang berwarna putih, karena ia lebih suci dan lebih baik. Dan kafanilah
dengannya orang-orang yang meninggal diantara kalian. [21]
·
Tidak menyerupai pakaian
wanita.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata :
لعن رسول
الله صلى الله عليه و سلم المتسبهين من الرجال بالنساء والمتشبهات من النساء
بالرجال
Artinya : Rosulullah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan
perempuan yang menyerupai laki-laki. [22]
·
Tidak Tasyabbuh dengan orang-orang
kafir.
Rosulullah bersabda :
من تشبه
بقوم فهو منهم
Artinya : Barang siapa
yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari golongan mereka.[23]
·
Bukan pakaian kemegahan.
Rosulullah bersabda :
من لبس ثوب
شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة
Artinya: Barang siapa yang memakai pakaian kemegahan di dunia, maka Allah
akan memakaikan kepada pakaian kehinaan di akhirat. .[24]
Kriteria pakaian wanita muslimah
1. Menutup seluruh badan, selain yang di
kecualikan.
Allah berfirman :
قل
للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
وليضربن بخمورهن على جيوبهن .....
Katakanlah kepada
wanita yang beriman: “ Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang
(biasa) nampak dari pada nya. [25].
Allah berfirman :
ياأيها
النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن
يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
Hai Nabi katakanlah
kepada istri-istrimu, anak-anak perempuannmu dan istri-istri orang mukmin :“Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk di kenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [26]
Ibnu Katsir berkata :
Maksudnya mereka tidak menampakkan sedikitpun perhiasannya kepada orang-orang
ajnabi (yang bukan mahromnya), kecuali bagian yang tidak mungkin mereka
sembunyikan. Ibnu Mas’ud berkata : Seperti misalnya selendang dan pakaian, yaitu
: “ Tutup kepala yang biasa di kenakan oleh wanita Arab dan pakaian bawah yang
biasa mereka tampakkan, maka itu tidak mengapa mereka tampakkan, karena tidak
mungkin mereka sembunyikan.[27]
Para Ulama Salaf dari
kalangan Sahabat dan Tabi’in berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat : “Kecuali
yang biasa tampak” :
·
Ibnu Abbas berkata : Yang
dimaksud adalah wajah, telapak tangan dan cincin.
·
Adz-Dzuhri berkata : Yang dimaksud adalah cincin dan gelang.
·
Imam Ibnu Zaid berkata : Yang
dimaksud adalah: celak, inai dan cincin.
·
Adh Dhahhak berkata : Yang dimaksud
adalah: telapak tangan dan wajah.
·
Hasan Al-Bashri berkata : Yang
dimaksud adalah : wajah dan pakaian luar.
Imam Ath Thobari berkata
: “Yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah: wajah
dan kedua telapak tangan, dan termasuk di dalamnya celak, cincin, gelang dan
inai.[28]
2.
Tidak untuk berhias
Allah berfirman :
وقرن في
بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجهلية الأولى
Dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu, dan janganlah berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
jahiliyyah dahulu; [29].
Rosulullah bersabda :
ثلاثة لا
تسأل عنهم : رجل فارق الجماعة وعصى إمامهم ومات عاصيا و أمة أو عبد أبق فمات و
إمرأة غاب عنها زوجها قد كفاها مؤونة الدنيا فتبرجت بعده فلا تسأل عنهم
Ada tiga golongan manusia
yang tidak ditanya (karena mereka sudah pasti termasuk orang-orang yang celaka).
Pertama “Seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah dan mendurhakai imamnya,
dan meniggal dalam kedurhakaannya”. Kedua “Seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri meninggalkan
tuannya, lalu dia mati “. Ketiga “ Seorang wanita ketika di tinggal pergi oleh
suaminya, dimana telah mencukupi kebutuhan duniawinya, namun ketika suaminya tidak ada) dia bertabarruj.
[30]
Tabarruj adalah
perbuatan wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya, serta segala hal
yang seharusnya ditutup dan disembunyikan karena bisa membangkitkan syahwat
laki-laki.
Jadi, maksud perintah
mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutup perhiasan wanita. Dengan
demikian, maka tidaklah masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup
perhiasan wanita itu malah menjadi pakaian untuk berhias, sebagaimana yang
sering kita temukan.
Berkaitan dengan
ini, Imam Adz-Dzahabi berkata: “Diantara perbuatan yang menyebabkan akan mendapatkan
laknat Allah adalah: menampakkan perhiasan emas dan mutiara yang berada dibalik
niqab (tutup kepalanya), memakai berbagai wangi-wangian, seperti, “misk, anbar
dan thib ketika keluar rumah”, memakai berbagai kain yang dicelup, memakai
pakaian sutera, memanjangkan baju (secara berlebih-lebihan) dan melebarkan
serta memanjangkan lengannya (juga secara berlebih-lebihan). Semuanya itu
adalah termasuk tabarruj yang dibenci oleh Allah, yang pelakunya mendapatkan
murka Allah di dunia dan di akhirat.[31]
Imam Al-Alusi
berkata : “Selanjutnya menurut hemat saya, yang termasuk dalam katagori
perhiasan yang dilarang untuk ditampakkan adalah pakaian yang biasa di pakai
oleh kebanyakan kaum wanita untuk bermewah-mewahan di zaman kita sekarang ini,
yang di tutupkan di atas pakaian biasanya yang dipakai ketika mereka hendak
keluar rumah. Contohnya kerudung yang di sulam dengan benang sutera warna-warni
dan ditambah pula dengan perhiasan emas dan perak kerlap-kerlip yang
menyilaukan mata.”[32]
3.
KAINNYA HARUS TEBAL
(TIDAK TIPIS)
Sebab yang namanya menutup itu tidak
akan terwujud kecuali harus tebal. Jika tipis, maka hanya akan semakin memancing fitnah (godaan) dan berarti
menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda: "Pada
akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun (hakekatnya)
telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) unta.
Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang
terkutuk." Di dalam hadits lain terdapat tambahan : "Mereka tidak
akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu
dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian." [33]
Ibnu Abdil
Barr berkata : Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan
pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan
tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu
tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang. [34]
Dari Abdullah bin Abu Salamah,
bahawsannya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qubthiyah (jenis pakaian
dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata : Jangan kamu
pakaikan baju ini untuk istri-istrimu!. Seseorang kemudian bertanya: Wahai
Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di
rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai
pakaian yang tipis. Maka Umar menjawab: : Sekalipun tidak tipis, namun ia
mensifati (menggambarkan lekuk tubuh). [35]
Atsar di atas
menunjukkan bahwa pakaian yang tipis atau yang mensifati dan menggambarkan
lekuk-lekuk tubuh adalah dilarang. Yang tipis (transparan) itu lebih parah
daripada yang menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal). Oleh karena itu Aisyah
spernah berkata : "Yang namanya khimar adalah yang dapat menyembunyikan
kulit dan rambut."
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Az-Zawazir
telah menulis bab khusus tentang wanita yang mengenakan pakaian tipis, yang
masih menampakkan (menggambarkan) warna kulitnya, yang mana hal itu termasuk
dosa besar. Kemudian ia
menyebutkan hadits diatas, lalu berkata: “ Memasukkan perbuatan tersebut
sebagai salah satu dosa besar sudah jelas lantaran perbuatan tersebut di ancam
dengan ancaman yang keras. Lagi pula perbuatan tersebut mudah di fahami
menyerupai laki-laki.[36]
4.Kainnya harus longgar dan tidak ketat.
Usamah bin Zaid berkata : Pernah Rosulullah memberi saya
baju qibthiyyah yang tebal, hadiah dari Dihyah Al. Kalbi. Baju itu pun saya
pakaikan pada istri saya. Nabi bertanya kepada saya : Mengapa kamu tidak pernah
memakai baju qibthiyyah?, saya menjawab : Baju itu saya pakaikan istri saya,
lalu beliau bersabda : “Perintahkan istrimu agar memakai baju dalam ketika
memakai baju qibthiyyah, karena saya khawatir baju qibthiyyah itu masih menggambarkan
bentuk tulangnya.
Imam Asy-Syaukani berkata : “Hadits ini menunjukkan
wajibnya seorang wanita memakai pakaian yang menutup seluruh badannya dengan
pakaian yang tidak menggambarkan bentuk tubuhnya. Ini menjadi syarat dari
pakaian yang merupakan penutup aurat.[37]
5.Tidak diberi wewangian dan parfum.
Rosulullah bersabda :
أيما إمرأة استعطرت فمرت على قوم ليجدوا
من ريحها فهي زانية
"Setiap perempuan yang memakai wewangian, lalu dia
lewat dihadapan laki-laki (asing) agar mereka menciumnya, maka dia adalah
pezina. [38]
Rosulullah bersabda :
إذا شهدت إحداكن إلى المسجد فلا تقربن
طيبا
"Jika salah seorang wanita diantara kalian hendak
kemesjid, maka janganlah ia sekali-kali dia memakai wewangian".[39]
Ibnu Daqiq Al-‘Ied berkata: “Hadits
tersebut menunjukkan haramnya wanita memakai wewangian ketika hendak kemasjid,
karena hal itu membangkitkan nafsu birahi laki-laki.
Imam
Al-Haitami berkata: “Keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai
wewangian dan dengan berhias adalah termasuk dosa besar, meskipun suaminya
mengizinkan.
Sebab
munculnya larangan tersebut jelas, karena hal itu akan membangkitkan nafsu
birahi laki-laki. Hal-hal lain yang biasa dilakukan oleh wanita yang di
katagorikan oleh para ulama dapat membangkitkan nafsu adalah: Berpakaian indah,
memakai perhiasan yang mencolok mata, memakai asesoris pakaian, dan berbaurnya
dengan laki-laki.
Syaikh
Al-Albani menyebutkan: “Bila hal itu (memakai wewangian) diharamkan bagi wanita
yang hendak kemasjid, lalu apa hukumnya bagi wanita yang hendak pergi ke pasar
atau tempat keramaian lainnya?. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu lebih haram
dan lebih besar dosanya.[40]
6.Tidak menyerupai laki-laki.
Dari Abu Hurairoh, ia berkata :
لعن رسول
الله صلى الله عليه و سلم الرجل يلبس لبسة المرأة و المرأة تلبس لبسة الرجل
Rosulullah melaknat laki-laki yang memakai pakaian
wanita dan wanita yang memakai pakaian
laki-laki.[41].
Abu Dawud juga berkata : Saya pernah
bertanya kepada Imam Ahmad, bolehkah seseorang memakaikan sandal jepit kepada
anak perempuannya ? Dia menjawab, “Tidak boleh, kecuali dia memakainya untuk
berwudhu’. Saya bertanya kalau untuk berhias? Dia menjawab “Tidak boleh”. Saya
bertanya lagi, bagaimana kalau dia mencukur rambutnya ( maksudnya : botak) ?
Dia menjawab “ Tidak boleh “.[42]
Imam Adz-Dzahabi memasukkan
perbuatan ini sebagai dosa besar, dalam kitabnya Al-Kabair beliau
berkata: “Jika seorang wanita memakai pakaian laki-laki, berarti ia telah
menyerupai laki-laki, sehingga ia di laknat oleh Allah dan RosulNya. Laknat
Allah ini bisa juga menimpa suaminya, bila dia membiarkan dan tidak melarang
istrinya melakukan hal seperti itu, karena seorang suami di perintahkan untuk
membimbing istrinya agar senantisa taat kepada Allah dan mencegahnya agar tidak
melakukan perbuatan maksiat.[43]
7.Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir.
Allah berfirman :
ولن ترضى
عنك اليهود ولن النصارى حتى تتبع ملتهم قل إن هدى الله هوالهدى ولئن اتبعت أهواءهم
بعد الذي جاءك من العلم مالك من الله من ولي ولا نصير
Orang-orang Yahudi dan Nasroni tidak akan ridho kepadamu
hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah sesungguhnya petunjuk Allah
itulah petunjuk yang benar. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka
setelah pengetehuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi Pelindung
dan Penolong bagimu.” [44]
Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam :
من تشبه بقوم فهو منهم
Barang siapa yang menyerupai
suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”[45]
Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
ليس منا من
تشبه لغيرنا
Bukan termasuk golongan kami
orang yang menyerupai selain golongan kami.[46]
Syekh Mahmud Mahdi Al-Istambuli dalam kitab Tuhfatul-‘Arus
berkata: “Sesungguhnya tasyabbuh (menyerupai) terhadap orang-orang asing
(Yahudi dan Nasroni) akan menghilangkan kepribadian seseorang dan meleburnya
akstistensi umat. Ini
menunjukkan kelemahan umat tersebut karena yang lemah itu akan mengikuti yang
kuat. Dan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir dalam berpakaian dan
kebiasaan-kebiasaan mereka akan menyeret kita kepada tasyabbuh terhadap
pemikiran dan keyakinan-keyakinan mereka.[47]
8.Bukan merupakan pakaian syuhroh (untuk
mencari popularitas ).
Muhammad Nashiruddin Al-Albani
menjelaskan bahwa yang dimaksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang dipakai
dengan tujuan untuk meraih popularitas ditengah orang banyak. Baik pakain itu
harganya mahal yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan harta dan
perhiasannya, maupun pakaian murahan yang dipakai oleh seseorang untuk
menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya’.”[48]
Rosulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda :
من لبس ثوب
شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة
Barangsiapa memakai pakaian untuk mencari
ketenaran didunia, maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada
Hari Kiamat kemudian membakarnya dengan api neraka. [49]
Imam Asy-Syaukani berkata: “Hadits
ini menunjukkan haramnya pakaian syuhroh, dan termasuk didalamnya adalah
memakai pakaian yang menyelisihi orang-orang fakir supaya orang-orang fakir itu
melihat padanya dengan ta’ajub disebabkan pakaianya tersebut, sehingga mereka
menghormatinya.”[50]
9.Cadar ( Niqab )
Para Ulama berbeda pendapat berkenaan dengan hukum cadar.
Sebagiaan menyatakan hukumnya wajib, ada yang mengatakan sunnah, bahkan ada
yang berpendapat bahwa cadar adalah perbuatan bid’ah dan sikap berlebih-lebihan
dalam dien. Pendapat ketiga adalah pendapat bathil yang tidak memiliki landasan
syar’i.
Adapun dua pendapat pertama (yaitu antara yang mewajibkan
dan mensunnahkannya), disini akan kami kemukakan beberapa dalil yang di jadikan
pijakan oleh para Ulama, dari masing-masing pendapat.[51]
Dalil-dalil
yang mewajibkan cadar.
Allah
berfirman :
قل
للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
وليضربن بخمورهن على جيوبهن .....
Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. [52]
Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan perhiasan yang biasa
nampak dari wanita adalah: “pakaian.”
Dengan demikian yang boleh nampak
dari wanita hanyalah pakaian, karena memang tidak mungkin di sembunyikan.
Allah
berfirman :
ياأيها
النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن
يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
Hai Nabi katakanlah
kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk di kenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [53]
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu berkata: Allah
memerintahkan kepada istri-istri kaum mukmin, jika mereka keluar rumah untuk
suatu keperluan hendaklah mereka menutupi wajah mereka dengan jilbab dari
kepala mereka hingga menampakkan satu mata saja.
Abu ‘Ubaidah As-Salmani dan lainnya memperaktekkan cara
mengulurkan jibab itu dengan selendangnya, yaitu menjadikannya sebagai
kerudung, lalu dia menutupi hidung dan matanya sebelah kiri, dan menampakkan
matanya sebelah kanan. Lalu dia mengulurkan selendangnya dari atas kepala
sehingga dekat kealisnya, atau diatas alis.
Imam As-Suyuthi berkata: Ayat hijab ini berlaku bagi
seluruh wanita, didalam ayat ini terdapat dalil kewajiban menutup kepala dan
wajah bagi wanita.
Syaikh Bakar bin Abu Zaid berkata: Perintah mengulurkan
jilbab ini meliputi menutup wajah berdasarkan beberapa dalil :
1. Makna jilbab dalam
bahasa Arab adalah : Pakaian longgar yang menutupi seluruh badan. Dan seorang
wanita wajib memakai jilbab itu pada pakaian luarnya dari ujung kepalanya turun
sampai menutupi wajahnya, segala perhiasannya dan seluruh badannya sampai
menutupi kedua ujung kakinya.
2. Yang biasa nampak pada
sebagian wanita jahiliyyah adalah wajah mereka. Maka Allah perintahkan
istri-istri dan anak-anak perempuan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam serta
istri-istri orang mukmin untuk mengulurkan jilbabnya ketubuh mereka. Kata idna
yang ditambahkan huruf ‘ala mengandung makna mengulurkan dari
atas. Maka jilbab itu diulurkan dari atas kepala menutupi wajah dan badan.
3. Menutupi wajah, baju
dan perhiasan dengan jilbab itulah yang difahami oleh wanita-wanita Shahabat.
4. Dalam firman Allah : Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah intuk dikenal, dan karena itu mereka
tidak diganggu. “Menutup wajah wanita merupakan tanda bahwa wanita tersebut
adalah wanita baik-baik, dengan demikian tidak diganggu. Demikian juga jika
wanita menutupi wajahnya, maka laki-laki yang rakus tidak akan berkeinginan
untuk membuka anggota tubuhnya yang lain. Maka membuka wajah bagi wanita merupakan sasaran
gangguan dari laki-laki jahat. Dan dengan menutupi wajahnya, seorang wanita
tidak akan memikat dan menggoda laki-laki sehingga dia tidak akan diganggu.
5. Aisyah berkata :
Para pengendara kendaraan biasa melewati kami disaat kami (para wanita)
berihram bersama-sama Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Maka jika mereka
mendekati kami, salah seorang dari kami
menurunkan jilbabnya dari kepalanya pada wajahnya. Jika mereka telah melewati
kami, kami membuka wajah. [54]
6. Asma’ binti Abu Bakar berkata: Kami menutupi wajah kami dari laki-laki,
dan kami menyisir rambut sebelum itu disaat ihram. [55]
Ini menunjukkan bahwa menutup wajah bagi wanita sudah merupakan kebiasaan
para waniata Shahabat.
Allah
berfirman :
وليضربن
بخمورهن على جيوبهن .....
Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung (khumur) mereka kedada (dan leher) mereka. [56]
Syaikh Al-Utsaimin berkata :Berdasarkan
ayat ini wanita wajib menutupi dada dan lehernya. Kalau menutupi dada dan
lehernya saja wajib, maka menutup wajah lebih wajib lagi karena wajah adalah
tempat kecantikan dan godaan. Bagaimana mungkin agama yang bijaksana ini
memerintahkan wanita menutupi dada dan lehernya, tetapi membolehkan membuka
wajah.
Allah
berfirman :
ولايضربن بأرجلهن ليعلم مايخفين من
زينتهن
Artinya : Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. [57]
Allah melarang wanita menghentakkan
kakinya agar diketahui perhiasannya yang dia sembunyikan, seperti gelang kaki
dan sebagainya. Hal ini kerena di khawatirkan laki-laki akan tergoda gara-gara
mendengar suara gelang kakinya dan semacamnya. Maka godaan yang ditimbulkan
karena memandang wajah wanita cantik, lebih besar daripada sekedar mendengar
suara gelang kaki wanita. Sehingga wajah wanita lebih pantas untuk ditutup
untuk menghindarkan kemaksiatan.
Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata :
“Mudah-mudahan Allah merahmati wanita-wanita Muhajirin, dimana ketika turun
ayat : Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada (keleher) mereka
( S. An-Nuur : 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung
dengannya.[58]
Ibnu Hajar berkata :Perkataan “lalu
mereka berkerudung dengannya“, maknanya adalah mereka menutupi wajah mereka.
Inilah ringkasan dalil-dalil para
Ulama’ yang mewajibkan hijab. Dan diantara para Ulama zaman ini yang merajihkan
pendapat ini (mewajibkan cadar) adalah Syeikh Muhammad As-Sinqithi, Syeikh
Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, Syeikh Abdullah bin
Jarullah bin Ibrohim Al-Jarullah, Syeikh Bakar Abu Zaid, Syeikh Musthofa
Al-Adawi dan para Ulama lainnya.
Dalil-dalil
yang tidak mewajibkan cadar.
Allah
berfirman :
قل
للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
وليضربن بخمورهن على جيوبهن
Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan
mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. [59]
Tentang perhiasan yang biasa nampak,
Ibnu Abbas berpendapat bahwa yang dimaksud adalah wajah dan telapak tangan.
Berdasarkan penafsiran Shahabat ini
jelas bahwa wajah dan telapak tangan wanita boleh kelihatan, sehingga bukan
merupakan aurat yang wajib di tutup.
Allah
berfirman :
وليضربن
بخمورهن على جيوبهن
Dan
hendaklah mereka menutup kain kudung kedada (keleher) mereka.[60]
Ibnu Hazm Rahimahullahu berkata :Allah
Ta’ala memerintahkan para wanita menutup khimar (kerudung) pada belahan-belahan
baju (dada dan lehernya), maka ini merupakan nash untuk menutupi aurat, leher
dan dada. Dalam ayat ini juga terdapat nash bolehnya membuka wajah, tidak
mungkin selain itu.
Rosulullah bersabda kepada Ali
Radhiyallahu 'Anhu : Wahai Ali, janganlah engkau turutkan pandangan (pertama)
dengan pandangan (kedua), karena engkau berhak pada pandangan pertama, tetapi
tidak berhak pada pandangan kedua. [61]
Jarir bin Abdullah berkata : Aku
bertanya kepada Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang pandangan
tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau bersabda : “Palingkan pandanganmu “.[62]
Al-Qodhi ‘Iyadh berkata: Dalam hadis
diatas terdapat hujjah bahwa wanita tidak wajib menutup wajahnya dijalan,
tetapi hal itu adalah sunnah yang disukai. Dan yang wajib bagi laki-laki ialah
menahan pandangan dari wanita dalam segala keadaan, kecuali untuk tujuan yang
syar’i. Hal itu di sebutkan oleh Imam An- Nawawi dan beliau tidak menambahinya.
Jabir
bin Abdullah berkata: “Aku menghadiri shalat hari ‘ied bersama Rosulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau memulai dengan shalat sebelum khutbah,
dengan tanpa adzan dan iqomat. Kemudian beliau bersandar pada Bilal, maka
beliau memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah dan mendorong untuk
mentaatiNya. Beliau menasehati dan mengingatkan orang banyak. Kemudian beliau
berlalu sampai mendatangi para wanita, lalu beliau menasehati dan mengingatkan
mereka. Beliau bersabda: “Hendaklah kalian bersedekah, karena mayoritas kalian
adalah bahan bakar neraka jahannam. Maka berdirilah seorang wanita dari
tengah-tengah mereka, yang pipinya merah kehitam-hitaman, lalu bertanya,
“Mengapa demikian wahai Rosulullah?”. Beliau bersabda: “Karena kalian banyak mengeluh dan mengingkari (kebaikan)
suami.” Maka para wanita itu mulai bersedekah dengan perhiasan mereka, yang
berupa giwang dan cincin, mereka melemparkan pada kain Bilal. [63]
Hadits ini jelas menunjukkan wajah
wanita bukan aurat, yakni bolehnya wanita membuka wajah. Sebab jika tidak,
pastilah Jabir tidak dapat menyebutkan bahwa wanita itu pipinya merah
kehitam-hitaman.
Ibnu Abbas berkata : Rosulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam memboncengkan Al-Fadhl bin Abbas……kemudian beliau
berhenti memberi fatwa kepada orang banyak. Datanglah seorang wanita yang
cantik dari suku Khats’am dan meminta fatwa kepada Rosulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam. Mulailah Al-Fadhl melihat wanita tersebut, dan kecantikannya
mengagumkannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun berpaling, tetapi
Al-Fadhl tetap melihatnya. Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memundurkan
tangannya dan memegang dagu Al-Fadhl, kemudian beliau memalingkan wajah
Al-Fadhl dari melihatnya……. [64]
Ibnu Hazm Rohimahullah berkata :
“Seandainya wajah wanita merupakan aurat yang wajib ditutupi, tidaklah beliau
Shallallahu 'Alaihi Wasallam membenarkan wanita tersebut membuka wajahnya
dihadapan orang banyak. Pastilah Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
memerintahkan wanita itu untuk menurunkan (jilbabnya) dari atas (kepala untuk
menutupi wajah). Dan seandainya wajahnya tertutup, tentulah Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'Anhu tidak mengetahui wanita itu cantik atau buruk.”
Maka hadits ini menunjukkan bahwa
cadar tidaklah wajib bagi wanita, walaupun dia memiliki wajah yang cantik,
tetapi hukumnya adalah disukai (sunnah).
Al-‘Alamah Al-Albani berkata :
Anggapan terjadinya Ijma’ tentang wajah dan telapak tangan merupakan aurat yang
wajib ditutup, tidaklah benar. Bahkan telah terjadi perselisihan diantara
Ulama. Pendapat tiga Imam (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi’I),
menyatakan bukan sebagai aurat. Ini juga merupakan satu riwayat dari Imam Ahmad.
Diantara Ulama besar madzhab Imam Hanbali yang menguatkan pendapat ini ialah
dua Imam, yakni Ibnu Qudamah dan Imam Ibnu Muflih. Ibnu Qudamah Rohimahullah
berkata dalam Al. Mughni: “Karena kebutuhan dalam rangka jual beli terkadang
mendorong seseorang untuk membuka wajahnya, demikian juga membuka telapak
tangan untuk mengambil dan memberi.
Inilah ringkasan dalil-dalil para
Ulama’ yang tidak mewajibkan cadar. Sehingga dapat disimpulkan : “Dalil- dalil
yang disebutkan oleh para Ulama’ yang mewajibkan cadar begitu kuat, menunjukkan
kewajiban wanita untuk berhijab (menutup wajah) dan berjilbab serta menutupi
perhiasannya secara umum. Dalil-dalil yang disebutkan oleh para Ulama’ yang
tidak mewajibkan cadar begitu kuat, menunjukkan wajah dan telapak tangan wanita,
bukan aurat yang wajib ditutup. ” Wallahu A’lam.
Demikianlah diantara kriteria pakaian
muslim dan muslimah yang disebutkan oleh para Ulama berdasarkan dalil-dalil
dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Tasyabuh dalam berpakaian.
Hukum tasyabbuh kepada orang-orang
kafir dalam perbuatan, perkataan, pakaian, kebiasaan dan hari-hari raya mereka
hukumnya haram. Maka menghindari dan menjauhinya adalah tuntutan aqidah dan
bara’ (berlepas diri) terhadap mereka, sehingga berlepas diri darinya adalah
jalan keselamatan dari syubhat dan fitnah yang besar.[65]
Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
من تشبه
بقوم فهو منهم
Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk
golongan mereka” [66]
Syaikh Muhammad bin Sa’id bin Salim Al-Qohtoni berkata : “Hadits ini bukan
sekedar isyarat dalam batasan etika saja, tetapi ia merupakan ungkapan kongkrit
yang menunjukan bahwa disana tidak ada jalan keluar bagi kaum muslimin untuk
tidak terpengaruh oleh peradaban yang ditirunya.
Bila ada orang muslim berbicara tentang
pakaian orang-orang eropa, tradisi dan mode kehidupan mereka, maka secara
otomatis ia menyatakan dirinya telah terpengaruh peradaban eropa, walaupun ia
mengeluarkan pernyataan dalam bentuk apapun. Secara praktis sungguh mustahil
andaikata ia meniru peradaban asing dalam tujuan penalaran dan kreatifitasnya
tanpa merasa kagum terhadap ruhnya. Sungguh tidak mungkin ia kagum terhadap ruh
peradaban asing yang juga membangkitkan trend agama, lalu ia tetap bertahan
sebagai orang muslim yang benar.[67]
Tetapi perlu digaris bawahi bahwa
disana ada kondisi tertentu, yang menjadikan orang-orang muslim boleh
berkolaborasi dengan orang-orang kafir dalam satu urusan tertentu. Lalu
kapankah harus ada kesesuaian dan kapankah harus ada pertentangan?
Maka hendaknya kaum muslimin
berhati-hati dalam menentukan batasan-batasan tasyabbuh terhadap mereka.
Setidaknya ada tiga hal yang telah di rangkum oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah yang harus kita perhatikan.
1. Apa yang telah disyari’atkan dalam dua
syari’at (sesuatu yang disyari’atkan bagi kita dan mereka juga mengerjakannya),
maka pembuat syariat (Allah) telah membatasinya dengan menyelisihi mereka dari
sifatnya. Seperti puasa tasu’a, puasa a’syura, perintah sholat, menyegerakan
berbuka serta mengakhirkan sahur, hal ini untuk menyelisihi orang-orang Ahli
Kitab. Sebagaimana kita diperintahkan sholat dengan memakai sandal, hal ini
juga untuk menyelisihi orang-orang kafir. Maka menyerupai mereka terhadap
hal-hal ini bisa jadi hanya makruh saja.
2. Sesuatu yang pernah di syari’atkan,
kemudian di naskh (dihapus) secara total, seperti pengharusan ibadah pada hari
sabtu, maka penyerupaan terhadap mereka dalam hal ini tidak di sembunyikan.
Oleh sebab itu, menyerupai orang-orang kafir dalam suatu ibadah yang telah di
naskh (telah dihapus hukumnya) oleh Allah dan RosulNya, adalah merupakan bentuk
keharaman yang mutlak.
3. Ibadah, tradisi, atau kebiasaan-kebiasaan
yang mereka ciptakan sendiri. Maka menyerupai mereka dalam hal-hal ini sangat
haram. Apabila ibadah atau kebiasaan-kebiasaan itu, yang menciptakan adalah
orang-orang Islam (dimana didalamnya tidak ada petunjuk dari Nabi Muhammad),
ini merupakan perbuatan bid’ah dan mengikutinya adalah suatu bentuk keburukan
(kesesatan), maka bagaimana bila ibadah-ibadah dan kebiasaan-kebiasaan itu di
ciptakan (dibuat) oleh orang-orang kafir ? jelas penyerupaan dalam masalah ini
adalah sangat parah..
Kriteria
tasyabbuh dalam berpakaian.
Diantara
kriteria-kriteria pakaian yang tergolong dalam katagori tasyabbuh terhadap
orang-orang kafir, adalah sebagai berikut :
1. Libas Mu’ashfar (pakaian yang di celup dengan warna
kuning)
Dari Abdullah bin Amru bin Ash berkata :
رأى رسول
الله صلى الله عليه و سلم علي ثوبين معصفرين, فقال : إن هذه من ثياب الكفارفلا
تلبسها
Rosulullah
pernah melihat saya memakai dua kain yang di celup warna kuning. Maka beliau
bersabda: “Sunguh ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu janganlah
kamu memakainya. [68]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Nabi menjelaskan alasan dibalik larangan memakai
pakaian tersebut karena pakaian tersebut merupakan pakaian orang-orang kafir,
dan beliau tidak peduli apakah pakaian tersebut memang menjadi pakaian mereka
didunia ataukah pakaian yang biasa mereka pakai.[69]
Imam
Nawawi berkata: “Para Ulama berbeda pendapat tentang pakaian “mu’ashfar” (yang
dicelup dengan warna kuning) :
1.
Jumhur Ulama dari kalangan para
Shahabat, Tabi’in dan orang-orang sesudahnya membolehkan pakaian “mu’ashfar”.
2.
Imam Syafi’i, Abu Hanifah, dan
Imam Malik membolehkan pakaian “mu’ashfar” akan tetapi memakai selain itu lebih
utama. Dalam riwayat yang lain Imam Malik membolehkan pakaian “mu’ashfar”
didalam rumah dan dibenci didalam perayaan, pasar dan selainnya.
3.
Sekelompok dari Ulama
berpendapat bahwa pakaian “mu’ashfar” hukum memakainya adalah Karohatun Tanzih (makruh).
Imam
Al-Baihaqi berkata : pendapat yang melarang memakai pakaian mu’ashfar adalah
lebih tepat untuk diikuti.[70]
2. Setiap Pakaian Yang Menampakkan Aurat.
Diantara hikmah Allah menurunkan dan
menciptakan pakaian adalah menutup aurat kita.
Allah
berfirman :
يبنى ءادم قد أنزلنا
عليكم لباسا يوارى سوءاتكم وريشا ولباس التقوى ذلك خير ذلك من ءايت الله لعلهم
يذكرون
Artinya
: “ Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang baik. Yang demikian
itu sebahagian dari
tanda-tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka selalu ingat. [71]
Ibnu Katsir berkata : “Allah telah
menurunkan karuniaNya kepada para hambaNya dengan menciptakan bagi mereka
pakaian dan perhiasan. Pakaian digunakan untuk menutup aurat atau aib yang
tidak boleh terlihat pada tubuh manusia. Sementara risy adalah perhiasan untuk
mempercantik diri. Yang pertama merupakan kebutuhan primer sedangkan yang kedua
adalah sekedar pelengkap dan tambahan saja. Adapun pakaian taqwa adalah
keimanan kepada Allah, rasa takut kepadaNya, serta amal sholih dan akhlaq yang
baik.[72]
Oleh karenanya setiap pakaian yang
menampakkan aurot dihukumi haram dan termasuk kategori tasyabbuh kepada
orang-orang kafir.
3.
Pakaian yang dipakai karena meniru dan bangga terhadap orang-orang kafir.
Pakaian jenis ini merupakan pakaian
yang membahayakan aqidah seorang muslim. Bagaimana tidak, seorang muslim
memakai pakaian, meniru gaya hidup dan penampilan dari idolanya yang
jelas-jelas orang kafir, baik dari pemain sepak bola, pembalap, artis dan para
bintang film.
Allah
berfirman :
باأبها الذين آمنوا لا
تتخذوا بطانة من دونكم لا يعلونكم خبالا ودوا ما عنتّم قد بدت البغضاء من أفواههم
وما تخفي صدورهم أكبر قد بينا لكم الآيات إن
كنتم تعقلون
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudhoratan bagimu. Mereka menyukai apa yang
menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah kami terangkan
kepadamu ayat-ayat kami, jika kamu memahaminya. [73]
Dari
Anas bin Malik :
أن رجلا سأل النبي صلى
الله عليه و سلم :" متى الساعة يا رسول الله ؟ قال :" ما أعددت لها ؟" قال :" ما أعددت من كثير صلاة ولا
صوم ولا صدقة ولكني أحب الله ورسوله" قال :" أنت مع من أحببت"
“Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rosulullah, kapankah hari
kiamat itu ya Rosululah?.Rosulullah bertanya kepada orang tersebut: “Apa yang
telah kamu persiapkan untuknya? “Lelaki itu menjawab : Aku tidak mempersiapkan
untuknya dengan banyak sholat, puasa dan tidak pula banyak shadaqah. Tetapi aku mencintai Allah dan RosulNya.
Maka beliau bersabda : “Kamu akan dibangkitkan bersama siapa yang kamu cintai
“. [74]
Syaikh Abul Ula Muhammad bin Abdurrohman
Al-Mubarokfury berkata: “Seseorang akan dibangkitan bersama siapa yang ia
cintai dan akan menjadi temannya, apakah
yang dicintainya itu orang sholih atau orang tholih (jahat). Dan di dalam
riwayat Muslim dari Anas bin Malik : “Walaupun ia belum (tidak) mengikuti
perbuatan mereka.[75]
Dari sini jelaslah mencintai
seseorang atau mencintai suatu kaum, apakah ia sholih, tholih (jahat) atau
kafir, maka kita akan dibangkitkan bersama mereka pada hari kiamat, walaupun
kita tidak melaksanakan perbuatan mereka.
4.
Memakai sepatu bertumit tinggi.
Memakai sepatu bertumit tinggi
merupakan perbuatan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir, selain itu juga akan
membawa madhorot bagi pelakunya dan juga merupakan berhias ala jahiliyyah.
Syaikh Al. Utsaimin berkata : “Sandal
(sepatu) yang tinggi tidak boleh dikenakan diluar batas kebiasaan dan mengarah
kepada berhias ala jahiliyyah, membuat wanita semakin tenar dan memalingkan
pandangan manusia kearahnya”.
Lajnah Ad-Daimah Wal Ifta’
mengeluarkan fatwa bahwa mengenakan sepatu bertumit tinggi dilarang, karena
dapat menyebabkan wanita terjatuh. Selain itu, sepatu model semacam itu juga
memproyeksikan tubuh wanita menjadi lebih tinggi dari yang sesungguhnya. Yang
demikian itu termasuk memanipulasi (membohongi) dan termasuk menampakkan
perhiasan yang dilarang untuk ditampakkan pada diri wanita muslimah.
5. Segala bentuk perhiasan yang diadopsi dari
orang-orang kafir.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak
melarang hamba-hambanya, baik laki-laki maupun wanita untuk berhias dan
mempercantik diri.
Allah berfirman :
قل من حرم زينة الله
التى أخرج لعباده والطيبت من الرزق قل هي للذين ءامنوا فى الحيوة الدنيا خالصة يوم
القيامة كذلك نفصل الأيت لقوم يعلمون
Artinya
: Katakanlah! Siapa yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang dikeluarkan
untuk hamba-hambanya, dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rizki yang baik.
Katakanlah ! Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam
kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. [76]
Rosulullah
bersabda :
إن الله جميل يحب
الجمال
Sesungguhnya Allah
itu Maha Indah dan menyukai keindahan. [77]
Namun
apabila perhiasan tersebut merupakan perhiasan jahiliyyah yang diadopsi dari
orang-orang kafir, maka hal ini jelas bertentangan dengan syari’at islam. Maka
sesuatu yang bertentangan dengan syari’at islam adalah haram untuk diikuti.
.
6.
Pakaian yang bergambar.
Pakaian-pakaian
yang di dalamnya terdapat gambar-gambar yang bernyawa, maka hal ini telah
diharamkan oleh Allah dan RosulNya.
Rosulullah
bersabda :
أشد الناس عذابا يوم
القيامة الذين يضاهؤن بخلق الله
Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaanya di hari kiamat
adalah orang-orang yang membuat gambar (menyerupai) makhluk Allah. [78]
Dalam
hadis lain disebutkan:
كل مصور في النار يجعل له بكل صورة صورها
نفس يعذب بها في جهنم
Setiap penggambar akan di masukkan kedalam neraka, dan akan di beri
nyawa setiap gambar yang dibuatnya untuk mengazabnya di dalam neraka jahannam. [79]
Wallohu a'lam bis
showab.
Daftar pustaka
1.
Tafsir At Tobari, Ibnu Jarir At
Tobari, darul Fikr Beirut, 1421 H
2.
Tafsir Qur’an Al Adzim, Abul
Fida’ Ismail bin Katsir, Maktabah Ashoshoh Beirut, 1420 H
3.
Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah, 1418 H
4.
Iqtidha’ As Shirathil Mustaqim,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Darul Ma’rifah, Beirut
5.
I’lamul Muwaqiin, Ibnu Qoyyim
Al Jauziyah, Darr Al Jail Beirut
6.
Al Masailul Lati Kholafa Fiha
Rasulullah Ahlal Jahiliyyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Darr Al Muayyad, 1416 H
7.
Al Kabair, Imam Syamsudin bin
Ahmad Adz Dzahabi. Maktabah Dar Al Bayan. Damaskus
1412 H.
8.
Tuhfatul ‘Arus, Mahmud Mahdi
Al- Istambuli, Maktab Al Islami Beirut, 1407 H
9. Ja’miul Ulum Wal Hikam, Abul Faraj Abdur
Rohman Syihabuddin Al Baghdadi, Muassasah Ar Risalah Beirut, 1419 H
10. Al Wafi Syarh Hadits Arbain, Dr Mustofa Al
Bugho & Muhyiddin Mistu, Maktabah Darr At Turots, 1413 H
11. Al Isti’anah Bighoiril Muslim, Dr Abdullah
bin Ibrahim bin Ali At Turoiqi, 1409 H
12.
Al Madkhol
Lid Dirosatil Aqidah Al. Islamiyyah, Dr. Ibrohim bin Muhammad Al. Buraikan.
13.
Rossail At Taujihat Al
Islamiyah, Muhamamd bin Jamil Zainu, Darr As Shomai’iy Riyadh,
1417 H
14.
Risalah Ila ‘Askari, Abu Abdur
Rohman Al Atsari, 1422 H
15.
Belenggu Nafsu, Ibnu Jauzi,
Pustaka Azzam, 1413 H
16. Jilbab Wanita Muslimah, Muhammad
Nashiruddin Al Albani, Media Hidayah, 2002 M
17. Indahnya Berhias, Muhammad bin Abdul Aziz
Al Musnid, Darul Haq, 2000 M
18. Tabarruj Dosa Yang Dianggap Biasa, Abdul
Aziz Bin Abdullah bin Baz, Pustaka Al Haura, 2003.
[1]. Lisanul Arab, Juz VI hal
: 202.
[2]. Al. Munjid, hal 711.
[3]. Majmu’ah Rosa’ilit
Taujiihat, Juz I hal : 371.
[4] QS. Al. A’rof : 32
[5]. Fathul Baari, Juz XI hal
: 423.
[6]. Tafsir Jami’ul Bayan, Juz V hal : 186.
[7] HR. Muslim
[8]. Shohih Muslim Syarh An. Nawawi, Juz IV hal
: 30.
[9]. Ibid, hal 28.
[10]. Ibid, hal 27.
[11]. Selengkapnya baca kitab “Belenggu Nafsu,
Imam Ibnul Jauzi” bab, Larangan melihat dan bergaul dengan Amrod
[13] HR. Abu Dawud
[17] Majmu’ Fatawa, Juz XXII hal : 144.
[18]. Majmu’ Rosa’il, Juz I
hal :367.
[19]. Fathul Baari, Juz XI hal
: 431.
[20] Majmu’ Rosa’il Juz 1 hal
367
[21] HR. Ahmad
[22] HR. Al. Bukhari, Abu Dawud, Ad. Darimi dan Ahmad
[23] HR. Abu Dawud dan Ahmad
[24]. HR. Ahmad dan di hasankan oleh Al. Albani , Lihat penjelasannya pada “
Kriteria pakaian wanita” setelah bab ini.
[25] QS. An. Nuur : 31
[26] QS. Al. Ahzab : 59
[27]. Tafsir Ibnu Katsir, Juz III hal : 266.
[28]. Tafsir Jami’ul Bayan, Juz X hal : 142-143.
[29] QS. Al. Ahzab : 33
[30] HR. Al Hakim dan Ahmad
[31]. Jilbab Mar’atil Muslimah, hal : 142.
[32]. Ibid, hal : 144.
[33] At-Thabrani dalam
Al-Mujam As-Shaghir hal. 232; Hadits lain tersebut dikeluarkan oleh Muslim dari
riwayat Abu Hurairah. Lihat Al-HAdits As-Shahihah no.
1326
[34] Dikutip oleh As-Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik III/103
[36]. Ibid, hal : 153.
34. Nailul Author, Juz II hal : 115.
[38] HR. An. Nasa’I, Abu Dawud, Ahmad, At. Tirmidzi dan Al. Hakim
[42]. Ibid, hal: 179.
[43] Al. Kaba’ir, hal : 67.
[44] QS. Al Baqarah:120
[45] HR. Abu Daud dan Ahmad
[46] HR At Tirmidzi dan dihasan kan oleh Al Albani
[47] Tuhfatul Arus.Hal 366.
[48] Jilbab Mar’ah Muslimah.Hal 257.
[49] HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad
[50] Nailul Author Juz II Hal 111.
[51] Masalah ini kami nukil dari “ Majalah
As-Sunnah “ edisi 05 dan 06 / VI / 1423 H - 2003 M.
[53] QS. Al. Ahzab : 59
[65] Lihat penjelasannya dalam
Kitab Al Wala’ Wal Bara’ Hal 321-326.
[67] Al Wala’ wal Bara’ Hal 321.
[68] HR. Muslim dan An. Nasa’I
[69] Jilbab Wanita Muslimah,
hal :
[70] Shohih Muslim, Syarh An. Nawawi, Zuj
XIV hal : 46-47
Mu’ashfar adalah warna sangat kuning sekali.
[72] Tafsir Ibnu Katsir, Juz
II hal : 192-193.
[73] QS Ali Imron 118
[75]Tuhfatul Ahwadzi, Juz VII
hal : 88-91.
[76] QS. Al. A’rof : 32
[77] HR. Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad
[78] HR. Bukhari dan Muslim
[79] HR. Bukhari dan Muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar